Aku sudah lama mengenal Bintang, lama sekali, sejak SMP, eh SD, karena Bintang selalu ada untukku, selalu menemani aku, tempat aku mengadu, tertawa bersama bahkan saat aku ada masalah Bintang-lah yang pertama kali tahu. Hingga suatu hari Bintang harus pergi, untuk melanjutkan ke Fakultas Psikologi yang sangat diimpikannya. Tapi aku terpana ketika tahu universitas mana yang berhasil dimasukinya.
“Mengapa harus jauh-jauh di Pekanbaru? Mengapa tak di sini saja, apa sih kurangnya Malang buat kamu?” kutatap matanya yang terus saja memancarkan girang.
“Rahyu, dimanapun tempat kuliah itu sama saja! Malang, Pekanbaru. Tinggal kitanya aja kok…” jawabnya.
“Tapi…”
“Percayalah, aku baik-baik saja di sana!” potongnya.
Kupejamkan mataku, mungkin kamu akan baik-baik saja tapi aku? Apa aku bias terus disini tanpa kamu? Bisik hatiku.
“Sampai di sana kamu pasti akan melupakanku…” Air mata ini tak sanggup kubendung lagi, aku bahkan terisak isak, Bintang hanya tersenyum. Ia menarikku dalam pelukannya. Aku menangis di bahunya.
“Tak akan pernah Rahyu! Mana mungkin aku bisa melupakan anak manja dan cengeng sepertimu…” Kutinju bahunya aku meronta dari pelukannya, dan berlari menjauh darinya.
“Ingat Bintang! Aku bukan anak kecil lagi” Jeritku.
Dia tertawa dan terus mengejarku, selalu saja begitu. Kami sudah sangat dekat, dekat sekali, sementara senja bergulir perlahan, tempiasan sinarnya memantul di permukaan telaga. Liburan kali ini seperti juga liburan kemarin selalu saja dihabiskan di tempat ini, di Bendungan Karangkates, tapi kami tak pernah bosan. Bahkan ketika liburan tahun sebelumnya Ayah mengajakku ke Singapura mengunjungi Om Peter. Aku sedih sekali tak bisa ke Karangkates bersama Bintang.
“Jangan menangis gitu dong, Rahyu! Malang-Pekanbaru itu nggak jauh kok, aku kan bisa telpon kamu. Ayo se-nyum! Masa jagoan cengeng…” ejek Bintang ketika aku mengantar kepergiannya di Bandara.
Aku mencoba tersenyum, kamu nggak tahu Bintang, meskipun aku bisa telpon kamu seharian pun tetep beda kalau kamu tak ada di dekatku, kamu nggak bisa temani aku ke Perpustakaan lagi, jalan-jalan ke Alun-alun atau ke Karangkates, nggak bisa lagi!
Satu tahun terakhir Bintang tak pernak menghubungiku lagi. Telpon kost-nya ketika kuhubungi diangkat temannya, dan dari temannya kutahu Bintang sudah pindah. Handponnya tak pernah aktif. Lalu kutulis surat lewat email, tapi juga tidak pernah ia balas, berkali-kali aku meminta alamat barunya atau nomor handphonenya tapi Bintang tak pernah membalas emailku. Pelan kugoreskan pena di atas diary kecil yang selalu kubawa ke mana-mana. Dan ku utarakan isi hatiku di diaryku.
“Mungkin aku mencintai Bintang
Benarkah Bintang telah melupakanku? Mengapa?”
Dua tahun kemudian aku lulus UN dengan nilai yang membanggakan Ayah dan Ibuku. Dan aku ingin melanjutkan di Universitas Pekanbaru.
“Apa!! Pekanbaru? Lebih baik kamu masuk UI saja!” kata Ayah.
“Tapi Ayah, Rahyu ingin hidup mandiri tanpa Ayah dan Ibu, saya piker Pekanbaru tempat yang bagus…” hamper manangis aku meyakinkan Ayah. Dan ayah pun akhirnya luluh. Begitulah kutinggalkan Ayah dan Ibu, aku ingin mencari Bintang.
Pekanbaru adalah hal baru bagiku tapi aku yakin akan menemukan Bintang dan bisa bersama-sama dengan Bintang lagi. Aku tinggal di sebuah apartemen kecil, bersama dengan beberapa mahasiswa dari berbagai kota dan daerah. Akhir-akhir ini aku dekat dengan seorang mahasiswi sebuah Universitas Negeri asal Medan, kak Tria.
“Nda, kenapa sih kamarmu penuh dengan segala macam benda dan hiasan bintang? Kamu suka sama bintang?” tanyanya suatu hari.
Aku memandang semua barang-barang itu, mulai dari bantal yang berbentuk bintang, stiker-stiker bintang, jam berbentuk bintang, selimut dan sprei yang bergambar bintang, handuk bermotif bintang, gantungan kunci, mangkuk berbentuk bintang dan gelas dengan hiasan bintang, dinding bercat dengan gambar bintang, buku, kotak sabun, kotak pensil, lemari semua penuh dengan segala macam tentang bintang.
“Aku terobsesi dengan bintang, kak. Aku ingin selalu dekat dengannya dan ingin memilikinya, karena dia adalah hal paing indah yang pernah kulihat.”
“Kakak juga suka Bintang, Nda, karena dia adalah satu-satunya orang yang paling kakak cintai…” kak Tria memandangku penuh senyum.
“Orang? Maksud kakak? Kakak kenal Bintang?” tanyaku.
“Ya, nanti malam dia ke sini, kakak mau kenalkan dia sama kamu…” ucap kak Tria sebelum berlalu dari depan kamarku. Aku terlolong mendengarnya. Bintang? Bintangkukah…
“Nda, ini Bintang, pacar kakak. Bintang, ini Nanda, adik yang tinggal serumah denganku…”
Kak Tria memamerkan senyum lesung pipitnya. Aku tak mampu mengulurkan tangan, tubuhku beku, aku ingin memeluknya, menumpahkan semua rindu yang ada, tapi tak bisa, ada kak Tria yang memegang lengannya erat.
“Rahyu… apa kabar? Tak menyangka bisa bertemu lagi denganmu…” ucap Bintang.
Aku tersenyum kecut. Kamu jahat, Bintang! Kamu melupakan aku, dan sekarang tak ada sedikitpun ucapan maafku untukmu, umpatku dalam hati. Aku tak sanggup menahan perasaanku, hati ini rasanya mau meledak. Aku pergi dari hadapan mereka yang menatapku dengan tak mengerti, aku menuju kamarku, dan kumenangis dengan penuh sesal.
Namaku Rahyu Ananda, seorang gadis bodoh yang menyia-nyiakan waktunya untuk hal yang tak pasti, mengharap seseorang tanpa mau mengakui perasaannya sendiri. Uh… bintang takkan pernah tau perasaank, dia pasti menggangapku hanya sebagai teman atau adiknya karena aku tak pernah berani jujur padanya tentang semua ini. Aku kecewa dengan pertemuanku dengan Bintang. Aku sedih, Bintang telah menjadi milik orang lain. Tapi biarlah aku mengabadikan hadirmu melalui bentuk-bentuk abstrakmu, Bintang. Biarkan aku mencintaimu dari jauh, hingga perlahan rasa itu reda.
Sumber : Majalah Kharisma 2011 – Endah_Zhinchan
0 komentar:
Posting Komentar