Minggu yang cukup melelahkan. Gimana ga’ melelahkan, sekolahku sibuk banget ngurusin anniversarynya. Termasuk temen-temenku yang ikut-ikutan ngurusin kegiatan yang mereka anggap jelas ini. Aku ‘kan jadi gak keurus sama mereka. Sebel banget rasanya. Tapi apa boleh buat, aku juga harus ikutan repot ngikutin mereka kesini kesitu. Aduh kenapa repot banget sih ngurusin orang lain?? Cuma bisa berbisik dalam hati. Aku yang cuma liat aja uda capek, apalagi mereka. Di antara temen-temenku cuma aku yang gak pusing ngurusin orang lain.
“Hey, apa gunanya kita kesini kalo cuma liat kalian mondar-mandir gak jelas gini?” kataku sebel. Gimana gak sebel, mereka mau masuk ke ruang Kepsek aja kayak mau masuk ke Rumah Hantu. Cuma maju mundur aja, tapi gak berani masuk.
“Aduh, aku nggak berani. Liat wajahnya aja aku uda mau pipis.” Jawab Nila dengan gaya saltingnya.
“Eh…eh…Ndre…” Mita yang dari tadi gak ikut debat, tiba-tiba teriak panggil seseorang. Siapa tuh “Ndre”? Aku cuma bisa bergumam dalam hati. Teriakan maut Mita ternyata bisa menyelesaikan masalah ini. Si “Ndre”lah yang masuk ke ruang horror itu. Entah apa yang dibicarakan Mita padanya, yang penting masalah ini bisa cepet kelarnya.
“Gini aja nggak berani, dasar cewek!!!” celotehnya dengan senyum kecil yang tersungging di bibir tipisnya.
“Thank’s mas bro. Kaulah penyelamat hidupku”, kata Mita dengan senyum lebarnya. Dia kelihatan seneng banget. Padahal sih cuma buat dapetin surat ijin keluar sekolah aja.
“Ih, gak usah lebay gitu de. Berangkat sekarang yuk!! Keburu siang.” Ucapnya sambil berlalu pergi. Mita mengikuti di belakangnya sambil melambaikan tangan ke arahku. Aku hanya bisa terdiam, karena aku emang gak tau harus ngomong apa. Penasaran hebat melanda pikiranku. Siapa sih dia? Mau kemana mereka?
“Dia Andre, temen baiknya Mita. Mereka mau ke SMP Andre dulu, ngejemput anak Cheers buat tampil abiz ini.” jelas Lani padaku. Penasaranku terjawab sudah. Ternyata mereka masih juga ngurusin orang lain. Huft.
***
Akhirnya aku bisa bernafas lega sekarang. Selesai sudah acara anniversary sekolahku yang menyibukkan orang untuk mengurus orang lain. Mulai belajar lagi deh. Koridor sekolah, tak ada yang berbeda dengan sebelumnya. Masih tetap diramaikan dengan anak-anak lain yang ngoceh ini itu. Tapi, pas di depan kelas, ada yang lain. Kenapa dia ada disini? Kuk tumben? Lagi-lagi aku bicara dalam hati.
“Lhah, ini dia. Panjang umur kamu, Ndra. Baru diomongin, muncul de orangnya.” cerocos Mita padaku yang spontan menambah keterkejutanku.
“Emang lagi ngomongin apaan sii?” tanyaku. Entah kenapa, hatiku rasanya dag dig dug. Gak biasanya aku kayak gini, seiring gak biasanya Andre ada di depan kelasku.
“Dia temen kamu, Mit?” tanya Andre pada Mita. Kayaknya uda jelas banget kalo aku temen Mita. Kan dari kemarin aku ngekor teruz ke Mita. Pertanyaan yang tak butuh jawaban. Ah indra, kok jadi emosi. Calm down, Indra.
“Sai, kamu ditanyain tuch ma Andre.” kata Lani buatku salting nggak karuan.
“Ini Indra. Temen sebangkuku. Kenapa kamu suka ya??” Mita mulai ngeluarin jurus penggodanya itu.
“Indra mah anaknya diem. Gak mungkin suka ama kamu, Ndre. Haha.” Lina ikut-ikutan.
“Kalian apaan sih. Masak aku mau punya temen baru gak boleh.” ujarnya menampis godaan Mita dan Lani.
“Gak apa-apa sih, Ndre. Tapi masalahnya, apa mau Indra punya temen kayak kamu?” Lani menambah penasnya suasana pagi ini. Ada temennya yang lagi panas, eh Lani sama Mita malah cekikikan. Dasar manusia !
“Kok diem aja, Ndra. Ikutan ngobrol ama kita aja. By the way, kamu ada no hp kan?” tanya Andre padaku. Aku tertunduk. Sedikit malu – wajarlah, dari awal juga udah salting duluan. Wajahku memerah. Oh Tuhan, semoga Andre tak melihatnya.
“Ada. Tanya Mita aja.” jawabku singkat. Bukannya gak mau ngomong, tapi rasanya otakku nge-blank. Topik-topik menarik hilang sudah. Kemampuan cerocosku yang dulu dapet rangking 1, spontan anjlok ke pemegang kunci.
Mita banyak cerita tentang Andre padaku. Ternyata dia sudah punya pacar. Ria namanya. Dan ternyata si Andre juga terkenal sebagai lelaki kelinci. Agak sedikit illfeel sih, tapi segera ku kubur dalam-dalam perasaan burukku itu. Kata mama aku, kagak boleh suudzon ama orang. Duh Indra, sejak kapan inget apa kata mama. :D
Hubunganku dengan dia berjalan dengan baik. Dia tiap hari menungguku di depan kelas. Kata Mita, dia sering sekali menanyakanku padanya. Entah apa maksudnya, tapi dia juga sudah pernah menyatakan perasaannya padaku. Aku tak begitu menanggapinya, karena ku pikir ungkapannya padaku tak lebih dari ungkapan seorang sahabat.
“Apa maksud kamu, Ndre?” tanyaku padanya.
“Aku bener-bener sayang sama kamu, Ndra.” jawabnya mengagetkanku.
“Tapi apa keputusanmu ini nggak salah? Kamu udah punya Ria kan. Apa kamu nggak mikirin perasannya, Ndre? Dia pasti sakit banget.” Aku coba sabar menjelaskannya meski perasaanku bergejolak.
“Okey, aku tau posisiku salah. Tapi aku juga gak bisa bohongin perasaanku sendiri.”
“Pikirin sekali lagi, Ndre. Kamu udah ngorbanin perasaan orang lain buat nyenengin diri kamu ndiri.”
“Aku kan tetep sayang sama kamu, Ndra.” katanya sambil berlalu pergi meninggalkanku. Perasaanku campur aduk. Antara bingung, gak enak, gak jelas banget de pokoknya. Apalagi setelah peristiwa ini, Ria selalu memandangku benci. Mungkin dia udah tau hubunganku dengan Andre.
“Mit, gimana ini???” tanyaku pada Mita.
“Aduh, aku juga bingung. Kemarin Ria tanya tentang hubungan kamu sama Andre.”
“Aku nggak enak banget sama dia. Aku ngerasa bersalah banget, Mit. Aku nggak mau punya musuh. Aku takut dibilang cewek perebut cowok orang”
“Udahlah. Jangan terlalu mikirin dia. Bentar lagi kita ujian. Pikirin nile kamu tuch.” kata Mita menenangkanku.
Keesokan harinya di sekolah, aku dapat kabar kalo Andre putus sama Ria. Hatiku tambah gak karuan. Apa kata orang tentangku? Aku mulai gak nyaman di sekolah. Aku mulai mencoba menjauh dari Andre. Hingga akhirnya dia tau itu. Dia nyatain perasaannya lagi padaku. Tapi entah mengapa, aku nggak bisa menerimanya. Menurutku, terlalu cepat aku menggantikan posisi Ria di hatinya. Aku takut dia tak tulus.
***
Kucoba jalanin hari-hari tanpa Andre. Aku memang merasa nyaman dekat dia. Dia enak banget diajak ngobrol. Nyambung banget sama aku. Tipe orang yang pengertian. Sayangnya, aku gak mau nyakitin hari orang lain. Udalah, lupain dia.
“Indra…..” teriakan Mita mengagetkanku.
“Ada apa sih, Mit?? Mau buat aku jantungan, pagi-pagi udah teriak-teriak,” jawabku kesal.
“Ada kabar bagus buat kamu. Andre udah punya pacar lagi. Jadi, dia gak akan godain kamu lagi.” Serasa ada bom meledak di hatiku. Perasaan itu pupus sudah. Tapi tak apa lah. Toh aku juga pengen lupain dia. Aku tak merespon Mita. Aku pura-pura sibuk mengerjakan tugas ‘tuk menyembunyikan kekecewaanku pada Andre.
Bener kata Mita. Andre tak menghubungi aku lagi. Sesekali, aku merindukan senyuman manisnya. Dia tak pernah ke kalasku lagi seperti biasanya. Apalagi aku dan dia nggak sekelas. Aku bener-bener gak pernah melihatnya lagi. Tiap ingatanku menuju padanya, entah kenapa aku merasa tak rela. Dan akhirnya air mata ini tumpah sudah.
Hubungan Andre dan Rania – pacar baru Andre – ternyata tak berjalan lama. Aku tak tahu pasti apa sebabnya. Yang jelas, aku juga diungkit-ungkit sebagai pemecahbelah hubungan mereka. Padahal aku tak tahu menahu tentang Rania. Wajahnya pun aku tak tahu. Dan aku bukan tipe orang yang suka mengurus orang lain.
Sehari setelah perpisahan mereka, Andre memulai aksinya lagi. Tiap hari ke depan kelasku dan segala aktivitas usahanya padaku. Seneng sih, tapi aku sudah cukup dibuatnya geregetan. Gimana nggak, aku jadi punya banyak musuh gara-gara dia. ya sudahlah. Let it’s flow. Hanya itu yang aku pikirin sekarang yang juga gak buat beban pikiranku.
“Pagi, In..” suara Andre mengagetkanku. Tumben dia panggil aku “in”.
“Wah, panggilan mesra tuh..” Mita ikut-ikutan.
“Pagi, An..” balasku padanya. Ada niat buat dia GR sih. Hehe.
Aku nggak ikutan gabung sama mereka. Aku langsung masuk ke kelas. Alasannya klasik sih, masih ngantuk. Lagian aku juga rada males. Paling-paling ntar juga bahas hati lagi. Sepertinya Mita agak gak terima ama sikapku. Dia menghampiri aku di kelas. Sesuai ddugaanku, dia pasti tanya kenapa. Buat kali ini aku gak cerita apa-apa ke Mita. Bosen, masalahnya stag disitu-situ ajah.
***
Sebulan, dua bulan berlalu. Ujian kenaikan kelas pun juga sudah berlalu. Saatnya pembagian kelas baru. Hatiku berdegup karena aku dan Andre masuk di jurusan yang sama. Ya Tuhan, jangan sampai aku sekelas sama Andre. Pliiiss..
“Ndraa..”
Suara Lani emang tiada duanya. Dia telah berhasil merobek doa khusyukku barusan.
“Ada apa sih, Lan?” tanyaku sambil rada emosi.
“Mau yang mana dulu, kabar buruk apa kabar baik?” Sungguh pertanyaan yang buat aku makin berdegup kencang selain karena eksotisnya suara Lani.
“Ah, terserah lah. Mau gak mau aku juga pasti denger keduanya kan.” Jawabku sewot.
“Kamu musti sujud syukur, ndra. Kamu gag sekelas sama Andre.”
Yezh. Terimakasih Tuhan. Engkau telah mengabulkan doa hamba. Indra jajni mau sujud syukur, tapi dirumah aja iaa.. :D
“Kamu gag bo’ong kan?” tanyaku menggebu.
“Ya elah, Ndra. Emang aku pernah bo’ong ke kamu? Tapi Ndra……”
“Kenapa, Lan?” Senyumku terhenti.
“Kamu sekelas sama Ria.”
Bak ada bom meledak di otakku. Sedahsyat bom Hirosima Nagasaki jaman Jepang. Senyumku tak bisa berlanjut lagi. Semangatku belajar pun pudar. Aku tak bias membayangkan, aku sekelas sama orang yang benci banget sama aku. Ria, jangan ungkit masalah Andre lagi ya. Andre jomblo tuh, ambil ajah. Permohonanku dalam hati.
Hari-hari awal di kelas baru. Ketakutanku akan kebencian Ria padaku musnah sudah. Aku tak terlalu memikirkannya di kelas hingga sikapku padanya tak berbeda dengan ke orang lain. Ternyata hal ini membuatku nyaman. Ria dengan segala kebenciannya padaku semakin berlaku baik padaku. Meski aku tak tahu apa yang dia rasakan sekarang.
***
Hari-hariku berlalu seperti biasa. Ada yang berbeda karena sekarang hubunganku dengan Andre semakin dekat. Banyak temen-temenku yang melarang aku jadian sama Andre dengan alasan Andre itu playboy. Aku tau pasti mereka tak ingin aku kecewa seperti sebelumnya. Tapi hatiku berkata lain. Aku punya alasan yang membuat aku mau menjadi pacarnya.
“Kamu beneran jadian sama Andre? Kamu sadar gag sih, ndra?” pertanyaan Lani bertubi-tubi menghantam pikiranku.
“Lani sayang, dengerin aku ya. Aku pengen ngrubah Andre jadi yang lebih baik. Gaga kayak sekarang.” Jelasku pada Lani.
“Yang namanya watak, kagak bias diubah sayang. Nanti kamu ndiri yang sakit.” Saran Lani padaku.
“Udahlah, Lan. Hargai keputusan Indra. Lagian Indra juga suka kok ke Andre.” Mita menambahkan.
“Indraa…” suara Andre menghentikan perdebatan antarsahabat ini. Andre mengajakku pulang bareng. Yah, mau gag mau aku meninggalkan mereka berdua. Yakinlah kawan, aku akan baik-baik saja. Batinku dalam hati meski aku tau aku meninggalkan Lani yang tak terima dengan semua ini. Dia masih menggerutu ketika aku meninggalkannya bersama Andre.
***
“Apa maksud semua ini, An?” bentakku padanya. Hubungan kami sedang dirundung masalah. Ya Tuhan, ketakutanku dan temen-temen terjadi sekarang.
“Biar aku jelasin semuanya ya, In. Plis, dengerin aku.” Bujuk Andre padaku.
“Siapa lagi Rahma? Selingkuhan baru kamu? Kenapa sih An, kamu gag bias berubah?”
“Aku gak ada hubungan apa-apa sama dia. Beneran..”
“Aku udah tau semuanya. Aku liat foto kamu sama dia. Udah gag ada yang perlu dijelasin lagi.” Ujarku sambil berlalu meninggalkannya. Aku berusaha menahan air mataku jatuh di depannya. Mereka memang rekan kerja di organisasi Andre. Tapi apa rekan kerja musti semesra itu? Andre memang keterlaluan.
0 komentar:
Posting Komentar