Minggu, 26 Juni 2011

No Air


Rasa sedih dan kecewa masih terasa dalam hati Koko. Cowok yang satu ini selalu memikirkan Melly. Cewek berambut sebahu yang 2 bulan lalu mengalami kecelakaan hebat. Bayangan tentang kejadian yang mengerikan itu sering mengisi kekosongan isi pikirannya.
     Sekarang ini, Melly hanya bisa berbaring tak berdaya sepanjang waktu di tempat tidur. Tangannya lemas bagai tak bertulang. Seluruh anggota tubuhnya suasah digerakkan, untuk bicara saja dia kesulitan. Biarpun Koko bukan orang yang ada dihati Melly, bukan orang yang bisa menjaga Melly sepanjang waktu, tapi dia sangat menyayanginya melebihi orang yang menyandang status “pacar” bagi Melly.
     Setiap hari Koko selalu memberi semangat untuk hidup kepada orang yang disayanginya ini. Akhirnya 1 bulan lalu, Melly mencoba untuk mengikuti terapi dengan harapan, dia bisa tertawa bersama-sama dengan teman-temannya seperti dulu. Hal ini tentu membuat Koko jadi tenang dan sangat gembira.
     “Eh, Ko!!! Ngelamun saja kerjaanmu dari tadi..” komentar Egy mengagetkan Koko yang duduk terdiam memandang keluar jendela.
     “Ngagetin aja loe Gy..!! orang lagi mandangin cewek cakep gini di ganggu.” Jawab Koko sembari menyisihkan lengan bajunya.
     “Up to you deh bro, gue mau cabut dulu.” Egy buru-buru ngambil kunci mobil dari dalam tasnya. Kulit putih tangannya menyentuh dasar gantungan kunci berwarna biru. ”Gue mau bertemu sang pujaan hati..hehehehe.” tambah Egy nyengir memandang Koko.
     Egy adalah salah satu sahabat Koko yang bisa dibilang memang lebih cakep dari pada dia. Dan fakta yang mengejutkan Egy adalah pacar Melly. Semenjak Melly lumpuh, dia berusaha untuk mencari pasangan lain untuk mengisi kekosongan rasa kasih sayang dalam kehidupannya. Dan finally, sejak 1 bulan lalu, cewek fakultas kedokteran yang bernama Dinda yang menjadi pengganti Melly.
     “Mau kemana loe Gy???”tanya seorang cowok dari balik pintu kamar mandi.
     “Biasalah bro, malem minggu enaknya ngapain kalo gak hang-out bareng dia”.
     “Kalo gitu bisa dong ku titip pizza!!”cowok itu keluar dari kamar mandi dan berjalan mendekati Egy. “Tapi duitnya pinjam dulu...hehehe”
     “Kebiasaan burukmu gak ilang!!! Dasar akuntan aneh” sindir Koko.
     “Okelah...tenang saja bro!!” jawab Egy.
     “Sippp....!!! Egy aja mau, kenapa loe yang sewot Ko.”teriak Andi sambil memandang Koko.
     Andi adalah cowok yang benar-benar suka cari gratisan. Sahabat Koko yang satu ini bercita-cita jadi seorang akuntan.
     Egypun langsung pergi dari kamar kosnya, langkahnya terdengar bersemangat. Denting-denting kunci mobilnya memenuhi koridor sepanjang kos-kosan. Dia, Koko dan Andi tinggal di kos-kosan yang sama.
     Suara mobil mulai terdengar dari luar. Alunan melodi mesin bergema menyemarakkan jalan raya. Mobil yang dititipkan Melly sejak 2 bulan lalu banyak dimanfaatkan Egy untuk berkencan dengan cewek barunya. Sebenarnya Koko dan Andi tak pernah setuju dengan keputusan Egy untuk bermain dibelakang Melly. Tapi, mereka lebih senang kalo Egy sadar hal yang dilakukannya itu salah.
     “Apa gak sebaiknya kita beri tahu dia Ko?”tanya Andi.
     “Beri tahu siapa dan apa?”
     “Egy,gue udah gak bisa menahan emosi di depannya.”
     “Gue yakin dia pasti akan paham dengan sendirinya.” Koko mencoba menenangkan Andi.
     Lama termenung, pikiran Koko tertuju pada Melly. Hanya dia,hanya dia yang dipikirkan.
     "Jangan ngelamun melulu bos!!" bentak Andi.
     "Eh,sory. Lagi mikirin Melly! Apa terapinya berhasil ya?"
     "Besok saja kita liat bareng, yang penting sekarang cepet angkat jemuranmu yang merana kedinginan"
     "Hadoh..Lupa gue!" teriak Koko sembari berlari keluar kos-kosan.


     Malam ini,rintik-rintik hujan mengguyur seluruh sudut kota. Udara yang tadinya hangat dan sempurna untuk malming menjadi dingin tak tertahankan. Egy yang masih dalam perjalanan menuju rumah ceweknya, bernyanyi melantunkan lagu-lagu cinta kegemarannya. Memandang sekitar berharap menemukan sesuatu yang menarik. Tiba-tiba terhenti ketika melihat kearah alun-alun kota.
     Seorang yang mirip sekali dengan pasanganx sedang duduk menikmati rintik-rintik hujan. Gak sendirian,melainkan bersama seorang cowok memakai jaket warna biru,dan topi gaya anak clubbing.
     Setelah dipandang secara seksama, ternyata itu memang dia. Itu memang Dinda, pasangan Egy. Sedang siapa gerangan disana? Egy mulai naik pitam, dengan segera dia memarkir mobilnya ditepi alun-alun. Dibantingnya pintu mobil dan segera berjalan menuju tempat ceweknya.
     "Dinda..!"
Cewek yang sedang terbahak-bahak dengan pasangannya itu pun menghentikan tawanya dan memutar tubuhnya yang dibalut sweter kearah suara yang sumber suara. Betapa kaget dan syoknya wajah Dinda memandang seseorang yang
berjalan dengan tegap kearahnya.
     "E-Egy..!" Dinda gugup. "Ngapain loe disini?" tanya Dinda penuh dengan keragu-raguan.
     "Seharusnya gue yang tanya kayak gitu!" jawab Egy wajahnya memerah tanda dia benar-benar marah. "Gak kusangka,ternyata loe tega melakukan hal yang seperti ini!"
     "Loe sendiri gimana?" balas Dinda. "Ku gak mau jadi pelampiasanmu hanya karna cewek pertamamu punya keterbatasan!" Dinda mulai mengutarakan unek-unek dari dalam lubuk hatinya. Egy terdiam dan terpaku oleh kata-kata Dinda.
     "Ba..bagaimana loe bisa tau?" Egy tergagap-gagap.
     "Ingat..? Aku ini calon dokter jadi aku sering ke Rumah sakit dan melihatmu didalam ruang no.63"
     "Itu ruang Melly dirawat" lanjut Egy masih dalam posisi terdiam.
     Dinda yang mendengar pernyataan itu langsung tersenyum pedih bak menahan cabai yang sangat pedas dalam rongga mulutnya. Dia langsung menarik tangan cowok berjaket didekatnya dan meninggalkan Egy yang masih dalam keadaan syok.
     Merasa tak berdaya karenanya. Tulang belulang seakan remuk tak bisa digerakkan. Darah mengucur dengan kencang. Angin dan air hujan yang membelai setiap bagian tubuhnya, serasa mampu menghantam dan menjatuhkan Egy.
     Suara petir menyadarkannya. Tak berpikir panjang dia mulai berjalan menuju mobilnya yang basah bermandikan air hujan. Dia langsung masuk kedalam mobil, terdiam lagi agak lama. Masih berpikir, terus dan terus berpikir.
     "Cewek bukan dia doang!!" katanya coba menghibur diri. Dia langsung menyalakan mobilnya dan melesat menerobos rintik hujan yang seakan-akan mengerti suasana hati Egy.

     Suara mobil dari luar kos-kosan mengagetkan Koko dan Andi yang sedang asyik menonton pertandingan bola. Tak lama kemudian pintu kamar kos terbuka, membiarkan angin yang dingin menerobos masuk kedalam kamar. Egy melangkah masuk dan langsung membanting pintu. Mukanya sangat musam, dia mengeluarkan kata-kata kasar sembari menuju dapur. Setelah lama sekali dia berteriak gak jelas, barulah dia sadar kalau tenggorokannya kering, tak terasa ada sedikit air yang melintasinya. Disambarnya gelas berisikan air mineral dan meminumnya dengan cepat. Koko dan Andi yang melihatnya tampak bingung dan tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
     "Cewek kurang ajar!!!" geram Egy menuju tempat Kko dan Andi duduk.
     Ada apa tow Gy?" tanya Andi. "Kok kelihatannya suntuk baget!"
     "Cewek gue si dokter ituselingkuh sama cowok clubbing"
     "Wauw...!!!" Andi kaget dibuatnya. "berani juga ternyata tu cewek!"
     "Begitulah!" komentar Egy singkat. "Cewek bukan dia doang." tambahnya.
     Koko sejenak berpikir, kalau mungkin Egy akan dibuat sadar karenanya. Ternyata dia belum sadar juga. Jadi dia memutuskan akan bicara empat mata dengannya.
     "Egy, bisa kita bicara sebentar?" ajak Koko.
     "Ngomong apa'an?! loe gak tahu gue lagi labil gini??" bentak Egy.
     "Sebentar!" tak terasa Koko bicara dengan nada suara yang lebih tinggi dari biasanya.
     "Argh...!!!!! Sial loe.." Egy menuju balkon belekang tempat Koko berdiri. "Cepet...!!! mau ngomong apa?"
     "Gy, ini tentang Melly" Koko memulai pembicaraan dengan nada yang tenang.
     "Apa'an lagi???? kenapa dia???? ku lagi pusing mikirin Dinda sekarang malah ditambahin." tanya Egy emosi.
     "Tenang dulu bro...!!!! calm down!" Koko mencoba menenangkan Egy. "Ku pikir kelakuanmu pada Melly sudah sangat kelewatan." Koko memulai pembicaraan.
     "Apa hubungannya dengan loe???" tanya Egy. "Dia itu cewek gue!!!! ngapain loe ngurusin???" Egy mulai tak bisa mengendalikan emosinya.
     "Tunggu dulu.." Koko mencoba menjelaskan.
     "Kenapa dengan sikap gue kedia??? Gak suka loe????" wajah Egy kembali memerah. "Cewek cacat kayak gitu juga...!!! Masih untung ada yang mau jadian dengan dia!"
Mendengar kata-kata itu Koko mulai emosi.
     "Loe udah bener-bener keterlaluan, gue gak suka!!!" Koko mulai emosi. "Jangan pernah mempersalahkan keterbatasannya."
     "Kenapa sih loe???" tanya Egy penasaran. "Loe pengen peke mobilnya???..Neh ambil."
     "Bukannya gitu..Loe harus minta ma'af kedia"
     "Munafik loe!!!" teriak Egy penuh kemarahan. "Gue tahu, dari kemaren loe liatin mobilnya kan??? atau mau duitnya juga???"
     "Gy, dengerin dulu!"
     "Ambil semuanya." Egy membanting amplop berwarna coklat ke arah Koko. "Kenapa loe ngurusin Melly banget?? suka loe sama dia???"
Tanpa pikir panjang,
     "Ya gue suka ma dia." jawab Koko mencoba mengendalikan emosinya.
     Seakan angin bertiup sangat kencang dan mampu membuatnya tumbang sekali lagi, Egy tak percaya mendengarnya.
     "Gak kusangka ternyata sahabat yang gue percaya!!!" Egy terpukul sangat. "Eh, Andi ternyata selama ini sahabat yang kita percaya suka sama Melly!" Egy memalingkan wajahnya dan mengarahkannya memandang Andi.
     "Dari pada sama loe?!" balas Andi.
Sungguh jawaban yang tak ingin didengar Egy.
     "Sialan loe, kok malah ngebelain Koko!" Egy membanting telapak tangannya memukul permukaan meja yang penuh debu. "Padahal gue selalu bantu kalo loe ada masalah."
     Karna sikapmu kepada Melly bener-bener keterlaluan!!" jawaban Andi memojokkan Egy.
     "Sialan loe berdua!! gue mau cabut dari kos-kosan ini!!" Egy mulai melangkah meninggalkan Koko dan Andy. "Gak sudi gue satu kos dengan orang kayak kalian."
     Egy mempercepat langkahnya menuju kamarnya dan mengambil koper berisikan pakaiannya dan dengan cepat membanting pintu keras-keras.

     Koko dan Andi hanya bisa melihat dan membiarkannya pergi. Membiarkan Egy melangkah meninggalkan mereka. Dari lubuk hati yang paling dalam, sebenarnya Koko ingin sekali mencegahnya dan menghalanginya. Koko berjuang sekeras tenaga mengeluarkan suaranya dari dalam tenggorokan. Tetapi, begitu sulit melakukannya, begitu sulit memunculkannya, seakan ada sesuatu yang menyumbat rongga tenggorokannya.
Egy membanting pintu keras-keras. Sedikit demi sedikit, kenangan persahabatan mereka, tangis, tawa, susah, senang, kebersamaan, kehangatan terbesit dalam benak Koko.
Dentuman ketukan sepatu Egy yang bersentuhan dengan lantai terdengar semakin lama semakin lemah, menggaung di sepanjang koridor.
"Tenang saja Ko.! Gue akan selalu disamping loe" perkataan Andi memecah keheningan yang mulai mengisi kamar kos-kosan mereka.

"Ih.. Gue jadi takut dekat-dekat loe, 'ndi." protes Koko.
"Hehe.. Sewot banget loe!"
"Lebik baik kembali'in duit dan mobil ini ke Melly." ajak Koko.
"Siap bos..!!" Andi bersemangat.
"Tapi, pake motor loe yee?? Motor gue gak ada bensinnya bos!"
"Dasar kebanyakan gratisan loe!" Koko menggaruk keningnya dengan pelan.
"Namanya juga profesor Ekonomi." jawab Andi mengelak.
"Ya sudahlah ayo cepet pergi." Koko berjalan keluar kamar kos.
"Tapi, kalau kita yang berdua boncengan yang bawa mobilnya siapa dong?" kata Koko bingung.
"Gak usah bingung kita cium saja, pasti mobilnya, langsung jatuh cinta dan ngikutin kita..Hehe." Canda Andi.
"Itu kalau mobilnya cewek, kalo cowok!" tantang Koko."mau loe?"
Andi baru sadar kalau ada ssuatu yang berubah. Ada yang gak biasannya pada sikap Koko.
"Tumben ngelawak??" Andi mengernyitkan dahinya dan melempar pandangan penuh kecurigaan. Tak bisa disembunyikan lagi, saat ini Koko merasa bebas dari penjara perasaannya yang dari dulu mengekang rasa sayangnya kepada Melly.
"Emang gue pak Kaseno, yang pernah buat loe ngompol." jawab Koko. Bayangan 3 tahun yang lalu langsung muncul dalam pikiran Andi. Tahun dimana dia masih SMA dan ketakutan didekati guru terkiller di sekolahnya. Guru yang tak begitu tinggi, kulitnya berwarna hitam kekuningan dan gigi palsu yang mengkilap membuat semua siswa terkujur kaku saat didekatinya.
"Ayo pergi..! Loe punya janji ngemil bareng ibu kos nanti malem kan?!" Koko memukulkan telapak tangannya menyentuh bahu Andi yang tegang. Kaget dibuatnya dan juga merasa diselamatkan dari pikiran Andi sendiri.
"Hehe, bisa aja loe Ko!" Andi masih bimbang dengan perubahan sikap Koko
Dengan segera, Koko menaiki motor butut kesayangannya. Yang tak bisa disembunyikan tanda keberadaannya ketika mulai dinyalakan. Suara motor itu terdengar nyaring dan tak nyaman ditelinga. Sementara Andi, masih melangkah mendekati mobil Melly yang terparkir di halaman depan. Dengan cepat, Andi membuka pintu mobil dan meloncat kedalamnya.
Beberapa jam kemudian mereka sampai di Rumah sakit tempat Melly dirawat. Koko memarkir motor kesayangannya dengan rapi dan dia mulai berjalan menjauhi motornya. Tak lama kemudian, Andi menghetikan laju mobilnya berdampingan dengan motor Koko yang terlihat tak mampu lagi menahan beban pengendara. Cepat-cepat Andi keluar dari mobilnya dan berlari menyusul sahabatnya.
Sepanjang perjalanan, Koko hanya diam tak berbicara sepatah katapun. Sedangkan Andi terlihat sibuk menggoda suster yang berjalan melewatinya.
Akhirnya Koko sampai didepan pintu ruangan no.63. Ruangan tempat Melly dirawat.
"Cklek." Koko membuka pintu perlahan-lahan berharap kehadirannya tak mengganggu Melly.
Ruangan yang gelap tak berisikan cahaya lampu itupun mulai dimasuki Koko. Berjalan diam-diam mendekati ranjang. Diranjang itu lah terbaring seseorang yang terlihat lemas tak berdaya. Koko memegang tangan orang itu, dan tanpa disadari air matanya meneter satu persatu dan segera menghapusnya. Koko mendekap jasat yang tak berdaya itu.
Tiba-tiba lampu ruangan menyala dan tentu saja, Koko kaget karenanya. Seseorang berjalan mendekatinya. Seorang wanita yang terlihat tak begitu tua, langsung memukul Koko dengan pegangan sapu ijuk. Pada saat itulah Koko sadar dan terkejut, bahwa jasat yang terbujur lemas itu, bukan Melly, melainkan orang yang sudah lansia.
Dengan segera Koko melepaskan lingkaran tangannya yang hangat. Perasaan malu mulai mengembang dalam hati Koko. Dia meminta ma'af pada seorang ibu yang terus saja memukulinya. Rasa malu mulai berkembang dalam hatinya memenuhi semua sudut pikirannya.

***

”Dasar loe Ko?! ternyata loe juga nafsu ma nenek-nenek” sindir Andi.
“Loe sih gak bilang kalo Melly udah ganti kamar!” Koko berusaha mengelak.
Andi tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Koko dan terus menerus menggodanya. Angka 67 yang tertulis pada sebuah pintu, menunjukkan ruangan Melly setelah diganti kini tepat ada di depan mereka. Koko membuka pintu yang menutupi ruangan tersebut perlahan-lahan. Dia terus saja khawatir kalo sampai salah kamar lagi.
Mendadak rasa malu yang tadinya memenuhi hatinya lenyap dengan segera berganti dengan perasaan iba.

"Met malam Mell." sapa Koko lembut.
"Ku kesini hanya mau ngembaliin mobil yang udah 2 minggu ada dikos-kosan kami sekalian uangnya juga."
Koko terdiam sejenak tak kuat menahan kesedihan yang mendalam.
"ku gak tahu jumlah duitnya berapa, spertinya masih sama dengan yang kamu kasihkan ke Egy." Koko melanjutkan bicaranya.
Andi hanya bisa menonton dengan tenang dari sisi ranjang yang berlawanan dengan Koko. Dia tak bisa menahannya, Andi tak bisa menahan rasa haru yang mulai memenuhi hati dan pikirannya.
"Oh ya mel, Egy udah cabut dari kos-kosan, dan kita gak tahu sekarang dia ada dimana, mungkin udah diluar kota.
" Koko mengatakannya dengan penuh penyesalan.
"Itu aja deh Mel, ku dan Andi balik dulu, moga sukses terapinya."
"Slamat tinggal neng Melly." pamit Andi.
"Nanti kalo udah sembuh kita maen lagi dibawah jemuran ibu kos, OK!"
Andi dan Koko, mulai berjalan keluar ruangan. Saat mereka membuka pintu tiba-tiba
"Koko!"
Langkah mereka terhenti oleh teriakan seseorang. Koko berbalik arah dan mendekati ranjang Melly untuk memastikannya. Memastikan bahwa suara halus dan ramah yang dirindukannya itu tidak lain adalah suara Melly. 

>> Cerpen nemu di Lepi,, ^^

0 komentar:

Posting Komentar